labels

Minggu, 08 September 2013

Kerja itu cuma selingan, Untuk menunggu waktu shalat...

Menunggu sholat


Ketika Pak Heru, atasan saya, memerintahkan untuk  mencari klien yang bergerak di bidang interior,  seketika pikiran saya sampai kepada Pak Azis. Meskipun  hati masih meraba-raba, apa mungkin Pak Azis mampu  membuat kios internet, dalam bentuk serupa dengan anjungan tunai mandiri dan dari kayu pula, dengan  segera saya menuju ke bengkel workshop Pak Azis.
 
Setelah beberapa kali keliru masuk jalan, akhirnya
 saya menemukan bengkel Pak Azis, yang kini ternyata  sudah didampingi sebuah masjid.  Pak Azispun tampak awet muda, sama seperti dulu, hanya pakaiannya yang  sedikit berubah. Kali ini dia selalu memakai kopiah putih. Rautnya cerah, fresh, memancarkan kesan tenang  dan lebih santai. Beungeut wudhu-an ( wajah sering wudhu), kata orang sunda. Selalu bercahaya.
 
Hidayah Allah ternyata telah sampai sejak lama, jauh
 sebelum Pak Azis berkecimpung dalam berbagai dinamika  kegiatan Islam. Hidayah itu bermula dari peristiwa  angin puting-beliung, yang tiba-tiba menyapu seluruh  atap bengkel workshop-nya, pada suatu malam kira-kira lima tahun silam. "Atap rumah saya tertiup angin sampai tak tersisa  satupun. Terbuka semua." cerita Pak Azis."Padahal  nggak ada hujan, nggak ada tanda-tanda bakal ada angin  besar. Angin berpusar itupun cuma sebentar saja."
 
Batin Pak Azis bergolak setelah peristiwa itu. Walau
 uang dan pekerjaan masih terus mengalir kepadanya, Pak  Azis tetap merasa gelisah, stres & selalu tidak  tenang. "Seperti orang patah hati, Ndra. Makan tidak  enak, tidur juga susah."cerita Pak Azis lagi. Lama-kelamaan Pak Azis menjadi tidak betah tinggal di  rumah dan stres.  Padahal, sebelum kejadian angin  puting-beliung yang anehnya hanya mengenai bengkel  workshop merangkap rumahnya saja, Pak Azis merasa  hidupnya sudah sempurna. Dari desainer grafis hingga jadi arsitek. Dengan keserbabisaannya itu, pak  Azis merasa puas dan bangga, karena punya penghasilan tinggi. Tapi  setelah peristiwa angin puting-beliung itu, pak Azis kembali bangkrut, beliau bertanya dalam hati : "apa sih yang kurang" apa salahku " ?
 
Akhirnya pak Azis menekuni ibadah secara mendalam "Seperti musafir atau walisongo, saya
mendatangi masjid-masjid di malam hari. Semua masjid  besar dan beberapa masjid di pelosok Bandung ini,  sudah pernah saya inapi." Setahun lebih cara tersebut  ia jalani, sampai kemudian akhirnya saya bisa  tidur normal, bisa menikmati pekerjaan dan keseharian  seperti sediakala.
 
"Bahkan lebih tenang dan santai daripada sebelumnya."
 
"Lebih tenang ? Memang Pak Azis dapet hikmah apa dari
 tidur di masjid itu ?"
 
"Di masjid itu 'kan tidak sekedar tidur, Ndra. Kalau
 ada shalat malam, kita dibangunkan, lalu pergi wudhu  dan tahajjud. Karena terbiasa, tahajjud juga jadi  terasa enak. Malah nggak enak kalau tidak shalat  malam, dan shalat-shalat wajib yang lima itu jadi  kurang enaknya, kalau saya lalaikan. Begitu, Ndra."  
 
 "Sekarang tidak pernah terlambat atau bolong
 shalat-nya, Pak Azis ?"
 
"Alhamdulillah. Sekarang ini saya menganggap bhw yg utama
 itu adalah shalat. Jadi, saya dan temen-temen menganggap kerja  itu cuma sekedar selingan aja."
 
 "Selingan ?"
 
"Ya, selingan yang berguna. Untuk menunggu kewajiban
 shalat, Ndra."
 
 Untuk beberapa lama saya terdiam, sampai kemudian
 adzan ashar mengalun jelas dari masjid samping rumah  Pak Azis. Pak Azis mengajak saya untuk segera pergi  mengambil air wudhu, dan saya lihat para pekerjanyapun  sudah pada pergi ke samping rumah, menuju masjid.   Bengkel workshop itu menjadi lengang seketika. Sambil  memandang seluruh ruangan bengkel, sambil berjalan  menuju masjid di samping workshop, terus   terngiang-ngiang di benak saya : "Kerja itu cuma  selingan, Ndra. Untuk menunggu waktu shalat..."
 
Sepulangnya dari tempat workshop, sambil memandang
 sibuknya lalu lintas di jalan raya, saya merenungi apa  yang tadi dikatakan oleh Pak Azis. Sungguh trenyuh  saya, bahwa setelah perenungan itu, saya merasa  sebagai orang yang  sering berlaku sebaliknya. Ya, saya  lebih sering menganggap shalat sebagai waktu rehat,  cuma selingan, malah saya cenderung lebih  mementingkan pekerjaan kantor. Padahal sholat yang akan bantu kita nantinya...( sungguh saya orang yang merugi..)
 
Kadang-kadang waktu shalat
 dilalaikan sebab pekerjaan belum selesai, atau  rapat dengan klien dirasakan tanggung untuk diakhiri.   Itulah penyebab dari kegersangan hidup saya selama  ini. Saya lebih semangat dan habis-habisan berjuang  meraih dunia, daripada mempersiapkan bekal terbaik  untuk kehidupan kekal di akhirat nanti. padahal dunia ini akan saya tinggalkan.. juga ...........kenapa saya begitu bodoh..
 
Saya lupa,
 bahwa shalat adalah yang utama.
Mulai saat itu saya berjanji untuk mulai shalat di awal waktu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar