Ada seorang
janda yang hidup berdua saja dengan seorang puteranya yang baru berusia lima
tahun. Janda itu beribadat dan saleh, tak pernah menyimpang dari jalan
kebenaran sehingga terkenal sebagai seorang janda yang berbudi baik. Puteranya
juga lucu dan mungil sehingga biarpun janda itu hanya hidup berdua, ia cukup
bahagia. Akan tetapi, pada suatu hari, puteranya jatuhs sakit dan usaha apa pun
yang dilakukan janda itu untuk menyembuhkan puteranya, gagal. Anak itu meninggal
dunia! Hancur luluh perasaan hati janda itu. Ratap tangisnya terhadap Tuhan
untuk minta pertolongan sejak puteranya jatuh sakit, kini berubah menjadi ratap
tangis penyesalan. Bahkan demikian hebat kedukaannya sehingga ia berani menegur
Tuhan dalam tangisnya, mengapap Tuhan begitu kejam, mengambir satu-satunya
anak, satu-satunya pelipur hatinya, teman hidupnya. Mengapa Tuhan membalas
semua kebaktiannya dengan siksaan. Dalam tangisnya, ia mengatakan bahwa Tuhan
tidak adil!
Saking sedihnya, ia jatuh pingsan. Para tetangga mengangkatnya dan merebahkan tubuhnya di atas pembaringan. Tak jauh dari jenazah puteranya. Dan dalam pingsannya itu, semangat janda yang dilanda penasaran itu melayang naik mencari Tuhan! Ia bertelat untuk menghadap Tuha, untuk memprotes kematian puteranya! Dan semangatnya yang melayang-layang itu bertemu dengan malaikat yang diutus Tuhan menjemputnya.
“Janda saleh, hendak kemanakah engkau?” tanya malaikat.
“Aku ingin mencari Tuhan. Aku ingin menghadap Tuhan!” jawabnya.
“Mengapa?”
“Aku ingin memprotes, ingin menyatakan penasaran hatiku. Sejak kecil aku selalu beribadat, tak penah lupa sembahyang dan memuji nama Tuhan, tidak pernah melakukan kejahatan karena aku takut kepada Tuhan, selalu ingin menyenangkan Tuhan dengan perbuatan yang baik. Akan tetapi, ketika masih muda dan mempunyai anak seorang, Tuhan mengambil suamiku. Hal itu masih kuterima dengan penuh ketawakalan, aku menyerah atas kehendak Tuhan. Aku hidup menjanda dengan puteraku yang kuanggap sebagai anugerah Tuhan. Aku selalu berterima kasih dan menjaga diri agar jangan sampai membikin marah Tuhan dengan perbuatan yang mengandung dosa. Akan tetapi, mengapa kini Tuhan mengambil puteraku? Mengapa Tuhan begitu kejam terhadap aku? Nah, aku akan menghadap Tuhan dan memprotes! Mengapa kehidupan orang-orang yangberdosa bahkan jauh lebih beruntung daripada kehidupanku, seorang yangselallu memuja Tuhan?”
Malaikat itu membiarkan sang janda bicara sampai habis, mengeluarkan semua isi hatinya yang penuh duka dan penasaran. Kemudian, malaikat itu membimbingnya ke atas awan, lalu berkata dengan lembut.
“Janda yang saleh. Sebelum kaulanjutkan protesmu kepada Tuhan, kami ingin memperlihatkan sesuatu. Nah, kau tengoklah disana itu!” Sang malaikat menunujuk ke arah langit biru di barat.
Sang janda melihat ke arah langit yang ditunjuk dari atas gumpalan awan putih itu dan ia pun melihat pemandangan yang mengherankan. Ia melihat kehidupan di dunia ramai! Dilihatnya seorang pemuda yang tampan dan gagah sedang melakukan perbuatan yang mengerikan. Pemuda itu dengan bengis dan kejamnya menyerang orang-orang, membunuh dan merampok, bahkan memperkosa. Pemuda itu demikian garang dan demikian jahat, bagaikan iblis sendiri sehingga sang janda tidak sanggup lagi menyaksikan kekejaman-kekejaman yang luar biasa itu dan ia memalingkan mukanya, tidak sudi melihat lagi.
“Betapa kejamnya! Betapa jahatnya! Kenapa aku yang sudah menderita duka ini di haruskan menyaksikan perbuatan yang demikian kejam dan jahat? Siapakah pemuda yang jahat itu?”
“Ketahuilah olehmu, janda yang baik budi. Pemuda itu adalah puteramu, kalau dia dibiarkan menjadi dewasa kelak.”
Wanita itu terbelalak dan menutup mulut dengan tangan seolah hendak menjaga agar ia jangan menjerit, membalik dan memandang lagi ke arah pemuda itu yang masih mengamuk itu. “Ya Allah! Ampunilah hamba Ya Tuhan ….. jangan ….. jangan …..! Hentikanlah perbuatannya ….. !” Dan ia pun menangis tersedu-sedu, menutupi mukanya dengan kedua tangan.
“Lihatlah kenyataan, janda yang baik dan sadarilah mengapa kini Tuhan menghendaki ankmu mati dalam usia kecil. Karena engkau, ibunya, seorang wanita yang saleh dan baik budi, maka Tuhan tidak menghendaki engkau tersiksa kelak oleh perbuatan anakmu. Nah, sekarang bagaimana? Apakah engkau masih menghendaki agar anakmu dihidupkan kembali dan dibiarkan menjadi dewasa?”
“Tidak …. tidak …….! Biarlah dia mati sekarang, aku …. aku rela ….., jangan sampai dia menjadi jahat seperti itu ….”
Semua peristiwa yang terjadi pada diri setiap manusia, merupakan suatu kenyataan, suatu kebenaran, suatu keputusan Tuhan yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih. Manusia wajb berikhtiar dengan cara yang benar untuk mempertahankan hidupnya, bahkan untuk menikmati hidupnya. Namun, hasil atau gagalnya ikhtiar itu, hanya Tuhan yang menentukannya. Apapun yang terjadi adalah kehendak Tuhan! Kalau kita anggap peristiwa yang menimpa kita menyenangkan, kita patut bersyukur atas kasih sayang Tuhan. Kalau kita anggap menyusahkan, kita tidak perlu mengeluh, melainkan menerimanya dengan penuh kesadaran bahwa apa yang terjadi sudah kehendak Tuhan dan pasti ada sebabnya, bahkan ada hikmahnya. Mungkin merupakan hukuman atau buah dari pohon yang ditanamnya sendiri. Mungkin merupakan cobaan atau ujian. Tidak ada manfaatnya mengeluh, sebaliknya harus bersyukur dan menyerah kepada Tuhan Maha Kasih!
Saking sedihnya, ia jatuh pingsan. Para tetangga mengangkatnya dan merebahkan tubuhnya di atas pembaringan. Tak jauh dari jenazah puteranya. Dan dalam pingsannya itu, semangat janda yang dilanda penasaran itu melayang naik mencari Tuhan! Ia bertelat untuk menghadap Tuha, untuk memprotes kematian puteranya! Dan semangatnya yang melayang-layang itu bertemu dengan malaikat yang diutus Tuhan menjemputnya.
“Janda saleh, hendak kemanakah engkau?” tanya malaikat.
“Aku ingin mencari Tuhan. Aku ingin menghadap Tuhan!” jawabnya.
“Mengapa?”
“Aku ingin memprotes, ingin menyatakan penasaran hatiku. Sejak kecil aku selalu beribadat, tak penah lupa sembahyang dan memuji nama Tuhan, tidak pernah melakukan kejahatan karena aku takut kepada Tuhan, selalu ingin menyenangkan Tuhan dengan perbuatan yang baik. Akan tetapi, ketika masih muda dan mempunyai anak seorang, Tuhan mengambil suamiku. Hal itu masih kuterima dengan penuh ketawakalan, aku menyerah atas kehendak Tuhan. Aku hidup menjanda dengan puteraku yang kuanggap sebagai anugerah Tuhan. Aku selalu berterima kasih dan menjaga diri agar jangan sampai membikin marah Tuhan dengan perbuatan yang mengandung dosa. Akan tetapi, mengapa kini Tuhan mengambil puteraku? Mengapa Tuhan begitu kejam terhadap aku? Nah, aku akan menghadap Tuhan dan memprotes! Mengapa kehidupan orang-orang yangberdosa bahkan jauh lebih beruntung daripada kehidupanku, seorang yangselallu memuja Tuhan?”
Malaikat itu membiarkan sang janda bicara sampai habis, mengeluarkan semua isi hatinya yang penuh duka dan penasaran. Kemudian, malaikat itu membimbingnya ke atas awan, lalu berkata dengan lembut.
“Janda yang saleh. Sebelum kaulanjutkan protesmu kepada Tuhan, kami ingin memperlihatkan sesuatu. Nah, kau tengoklah disana itu!” Sang malaikat menunujuk ke arah langit biru di barat.
Sang janda melihat ke arah langit yang ditunjuk dari atas gumpalan awan putih itu dan ia pun melihat pemandangan yang mengherankan. Ia melihat kehidupan di dunia ramai! Dilihatnya seorang pemuda yang tampan dan gagah sedang melakukan perbuatan yang mengerikan. Pemuda itu dengan bengis dan kejamnya menyerang orang-orang, membunuh dan merampok, bahkan memperkosa. Pemuda itu demikian garang dan demikian jahat, bagaikan iblis sendiri sehingga sang janda tidak sanggup lagi menyaksikan kekejaman-kekejaman yang luar biasa itu dan ia memalingkan mukanya, tidak sudi melihat lagi.
“Betapa kejamnya! Betapa jahatnya! Kenapa aku yang sudah menderita duka ini di haruskan menyaksikan perbuatan yang demikian kejam dan jahat? Siapakah pemuda yang jahat itu?”
“Ketahuilah olehmu, janda yang baik budi. Pemuda itu adalah puteramu, kalau dia dibiarkan menjadi dewasa kelak.”
Wanita itu terbelalak dan menutup mulut dengan tangan seolah hendak menjaga agar ia jangan menjerit, membalik dan memandang lagi ke arah pemuda itu yang masih mengamuk itu. “Ya Allah! Ampunilah hamba Ya Tuhan ….. jangan ….. jangan …..! Hentikanlah perbuatannya ….. !” Dan ia pun menangis tersedu-sedu, menutupi mukanya dengan kedua tangan.
“Lihatlah kenyataan, janda yang baik dan sadarilah mengapa kini Tuhan menghendaki ankmu mati dalam usia kecil. Karena engkau, ibunya, seorang wanita yang saleh dan baik budi, maka Tuhan tidak menghendaki engkau tersiksa kelak oleh perbuatan anakmu. Nah, sekarang bagaimana? Apakah engkau masih menghendaki agar anakmu dihidupkan kembali dan dibiarkan menjadi dewasa?”
“Tidak …. tidak …….! Biarlah dia mati sekarang, aku …. aku rela ….., jangan sampai dia menjadi jahat seperti itu ….”
Semua peristiwa yang terjadi pada diri setiap manusia, merupakan suatu kenyataan, suatu kebenaran, suatu keputusan Tuhan yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih. Manusia wajb berikhtiar dengan cara yang benar untuk mempertahankan hidupnya, bahkan untuk menikmati hidupnya. Namun, hasil atau gagalnya ikhtiar itu, hanya Tuhan yang menentukannya. Apapun yang terjadi adalah kehendak Tuhan! Kalau kita anggap peristiwa yang menimpa kita menyenangkan, kita patut bersyukur atas kasih sayang Tuhan. Kalau kita anggap menyusahkan, kita tidak perlu mengeluh, melainkan menerimanya dengan penuh kesadaran bahwa apa yang terjadi sudah kehendak Tuhan dan pasti ada sebabnya, bahkan ada hikmahnya. Mungkin merupakan hukuman atau buah dari pohon yang ditanamnya sendiri. Mungkin merupakan cobaan atau ujian. Tidak ada manfaatnya mengeluh, sebaliknya harus bersyukur dan menyerah kepada Tuhan Maha Kasih!
·
sumber : Facebook/wardoyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar