labels

Selasa, 22 Oktober 2013

Keinginan Besar Muaffak

Suara azan baru saja bergema dari menara masjiddi pusat kota Damsyik. Muaffak dan isterinya segera menggelar sajadahnya. Keduanya lalu tanggelam dalam do'a yang khusuk. Lama sekali laki-laki itu bermunajat diatas sajadahnya.
Ia baru beranjak setelah matahari memancakan cahayanya yang hangat. Lalu bergegas menyiapkan peralatan sepatunya. Sebentar kemudian, ia pun mulai disibukkan dengan pekerjaannya. Ia memang mahir dalam memperbaiki sandal, sepatu, dan terumpah yang rusak. Muaffak, lelaki miskin namun ulet bekerja untuk memperbaiki keadaan hidupnya. Dirumah yang kecil dan sederhana, ia tinggal bersama isterinya yang sedang hamil.

Muaffak mempunyai keinginan besar untuk menunaikan ibadah haji.
Tetapi karena hidupnya yang tidak berkecukupan, keinginan itu hanya tinggal keinginan belaka. Sebab perjjalanan haji dari Damsyik ke Makkah tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Namun, rupanya lelaki saleh itu tidak berputus asa. Ia selalu berbaik sangka dan bekerja dengan sungguh-sungguh.
" Biarpun pekerjaanku hanya sebagai tukang sepatu, aku harus bisa menabung sedikit demi sedikit. Insya Allah jika tabunganku mencukupi, aku dapat beribadah haji juga kelak," tekat muaffak sunguh-sunguh.
Dia semakin giat bekerja tanpa mengenal lelah. Setiap hari dicarinya order sepatu atau sandal orang yang rusak untuk diperbaiki. Dengan setia, isterinya selalu membantu muaffak.
Sampai bertahun-tahun kemudian, ia dapat mengumpulkan uang sebanyak tiga ratus dirham.
Dalam benak dan perasaannya, muaffak sudah dapat mengongkosi dirinya pergi naik haji dengan uang tabungan itu. Betapa gembira hatinya tidak terkira. Keinginannya untuk menginjakkan kakinya ke tanah suci, berdo'a didepan ka'bah, berziarah ke makam nabi saw, sebentar lagi akan terwujud. Ia tinggal menunggu musim haji tiba.
Muaffak bertetangga dengan seorang janda miskin dengan beberapa anaknya yang yatim.. Ia sering memperhatikan perempuan itu pulang hingga malam hari untuk mencari nafkah bagi anak-anaknya.
Suatu malam, Muaffak melihat janda miskin itu baru pulang dengan membawa bungkusan. Rupanya ia baru saj mencari nafkah sekadarnya. Terlihat kesedihan dan kelelahan diwajahnya yang keriput. Anak-anaknya menyambut dengan suka cita dalam keadaan perut yang lapar.
" Kasihan tetangga kita itu, dia banting tulang sendirian demi anak-anaknya," desis isteri Muaffak.
Beberapa saat kemudian, terciumlah bau sedap masakan dari kediaman janda miskin itu. Dan rupanya aroma masakan itu tercium pula oleh isteri Muaffak yang sedang mengandung itu.

" Masya Allah! Masakan siapakah ini? Sedap nian kiranya...." bisiknya sambil menelan air liur. Tiba-tiba saja ia merasa ingin mencicipi masakan yang sedap itu.
Mungkin bawaan cabang bayi yang dikandungnya.
Iapun segera mencari tau darimana asal masakan itu. Begitu tahu kalau masakan tersebut dari rumah janda miskin itu, dimintanya Muaffak untuk menemuinya.
Demi menyenangkan hati isterinya Muaffak mendatangi rumah tetangganya.
" Maaf bu, isteri saya mencium bau masakan enak yang ibu buat. Ia menginginkan masakan itu barang sedikit saja. Bolehkah kami memintanya bu?" kata muaffak baik-baik.

Perempuan itu tertegun. Air mukanya berubah sedih. Lalu dengan pilu ia berkata, " Saya segan mengatakan asal-usul masakan ini. Tapi kebaikan kalian berdua saya ceritakan yang sebenarnya. Sejak beberapa hari yang lalu, persediaan makanan kami habis. Dari kemarin saya sudah berusaha mencari nafkah, tapi tak memperoleh hasil. Padahal anak-anak saya butuh makan." Sejenak perempuan itu menghela nafasnya yang berat. " Tadi saya menemukan bangkai keledai di jalan. Karena sudah lelah, saya nekat memotongnya lalu saya masak untuk dimakan.

Karena bangkai makanan itu haram bagi anda. Tapi halal bagi kami yang dalam darurat...," selanjutnya dengan mata yang berlinang. Muaffak terperanjat. Ia sangat iba. Lalu bergegas pulang. Diambilnya simpanan uangnya yang tiga ratus dirham itu. Tanpa pikir panjang lagi, ia berikan uang yang diperolehnya dari hasil kerja keras selama ini.
Padahal, uang itu sudah diniatkan untuk ongkos naik hajinya. " Terimalah uang ini untuk anak-anak yatimmu, bu," ungkapnya dengan Ikhlas.

Betapa terharunya janda miskin itu. Mereka tidak akan kelaparan lagi untuk waktu yang cukup lama.  " Terimakasih, tuan sudah bermurah hati menolong kami dari kelaparan,"  ucap perempuan itu tertunduk. " saya tidak tau bagaimana membalas kebaikan tuan. Semoga Allah akan membalasnya dengan rahmat yang berlimpah. " mendengar do'a perempuan itu, muaffak menitikkan air mata.

Musim haji pun tiba. Muaffak batal menunaikan ibadah haji karena uangnya sudah tidak ada lagi. Tapi hati laki-laki itu bahagia, bisa menolong kesengsaraan seorang janda miskin dan anak-anaknya yang miskin.
Pada musim haji waktu itu, salah seorang ulama besar, Abdullah bin Mubarak, menunaikan  ibadah haji. Suatu sore, seusai tawaf berkali-kali ia merasa sangat letih. Lalu, iapun beistirahat di Hijr Ismail. Antara tidur dan tidak, tiba-tiba ia mendengar percakapan dua malaikat.

" Berapa orang yang menunaikan ibadah haji tahun ini?"
" Enam ratus ribu orang."

" Kira-kira berapa orang yang hajinya diterima Allah?"
" Tak seorang pun!"
" Tapi seorang tukang tambal sepatu dari Damsyik bernama Muaffak diterima hajinya oleh Allah, kendati Ia tidak menunaikan ibadah haji. Dan berkat hajinya orang inilah, maka semua jamaah haji sekaranng diterima juga oleh Allah."

Begitu malaikat itu menghilang Abdullah bin Mubarak tersadar dari setengah tidurnya.
" Masya Allah! Amal perbuatan apa yang dilakukan Muaffak? Begitu besar pengaruhnya disisi Allah...," bisik Abdullah terpesona.
Selesai ibadah haji, ulama besar itu bergegas ke Damsyik.. Ia ingin sekali menemui Muaffak. Dan begitu bertemu, ulama itu langsung menceritakan kejadiannya waktu di Hijr Ismail. Muaffak sendiri baru menyadari, lalu bersyukur atas karunia itu kehadirat Allah. Muaffak lalu mengisahkan perjuangannya untuk mencapai cita-citanya ingin beribadah haji, tapi tidak jadi berangkat. " Saya tidak menyesal tidak jadi berhaji karena saya mengharap keridhaan Allah," kata Muaffak.

" Tuan, andalah seorang haji yang mabrur atas ridha Allah...," kata sang ulama kagum.

Senin, 21 Oktober 2013

Ikrimah Bin Abu Jahal


Abu Ishaw As-Ayabi'i meriwayatkan, ketika Rasulullah SAW berhasil menaklukkan kota Makkah, maka Ikrimah berkata: Aku tidak akan tinggal di tempat ini!" Setelah berkata demikian, dia pun pergi berlayar dan memerintahkan supaya isterinya membantunya. Akan tetapi isterinya berkata: "Hendak kemana kamu wahai pemimpin pemuda Quraisy?" Apakah kamu akan pergi ke suatu tempat yang tidak kamu ketahui?" Ikrimah pun melangkahkan kakinya tanpa sedikitpun memperhatikan perkataan isterinya.

Ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat lainnya telah berhasil menaklukkan kota Makkah, maka kepada Rasulullah isteri Ikrimah berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Ikrimah telah melarikan diri ke negeri Yaman karena ia takut kalau-kalau kamu akan membunuhnya. Justeru itu aku memohon kepadamu supaya engkau berkenan menjamin keselamatannya."
Rasulullah SAW menjawab: "Dia akan berada dalam keadaan aman!" Mendengar jawaban itu, maka isteri Ikrimah memohon diri dan pergi untuk mencari suaminya. Akhirnya dia berhasil menemukannya di tepi pantai yang berada di Tihamah. Ketika Ikrimah menaiki kapal, maka orang yang mengemudikan kapal tersebut berkata kepadanya: "Wahai Ikrimah, ikhlaskanlah saja!"

Ikrimah bertanya: "Apakah yang harus aku ikhlaskan?"
"Ikhlaskanlah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan akuilah bahwa Muhammad adalah utusan Allah!" Kata pengemudi kapal itu.
Ikrimah menjawab: "Tidak, jesteru aku melarikan diri adalah karena
ucapan itu."
Selepas itu datanglah isterinya dan berkata: "Wahai Ikrimah putera bapa saudaraku, aku datang menemuimu membawa pesan dari orang yang paling utama, dari manusia yang paling mulia dan manusia yang paling baik. Aku memohon supaya engkau jangan menghancurkan dirimu sendiri. Aku telah memohonkan jaminan keselamatan untukmu kepada Rasulullah SAW."

Kepada isterinya Ikrimah bertanya: "Benarkah apa yang telah engkau lakukan itu?"
Isterinya menjawab: "Benar, aku telah berbicara dengan baginda dan baginda pun akan memberikan jaminan keselamatan atas dirimu." Begitu saja mendengar berita gembira dari isterinya itu, pada malam harinya Ikrimah bermaksud untuk melakukan persetubuhan dengan isterinya, akan tetapi isterinya menolaknya sambil berkata: "Engkau orang kafir, sedangkan aku orang Muslim."
Kepada isterinya Ikrimah berkata: "Penolakan kamu itu adalah merupakan suatu masalah besar bagi diriku."

Tidak lama selepas Ikrimah bertemu dengan isterinya itu, mereka pun pulang kembali, setelah mendengar berita bahwa Ikrimah sudah pulang, maka Rasulullah SAW segera ingin menemuinya. Karena rasa kegembiraan yang tidak terkira, sehingga membuatkan Rasulullah SAW terlupa memakai serbannya.
Setelah bertemu dengan Ikrimah, baginda pun duduk. Ketika itu Ikrimah berserta dengan isterinya berada di hadapan Rasulullah SAW Ikrimah lalu berkata: "Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Mendengar ucapan Ikrimah itu, Rasulullah SAW sangat merasa gembira, selanjutnya Ikrimah kembali berkata: "Wahai Rasulullah, ajarkanlah sesuatu yang baik yang harus aku ucapkan."

Rasulullah SAW menjawab: "Ucapkanlah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.
Ikrimah kembali bertanya: "Selepas itu apa lagi?" Rasulullah menjawab: "Ucapkanlah sekali lagi, aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya." Ikrimah pun mengucapkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW selepas itu baginda bersabda: "Jika sekiranya pada hari ini kamu meminta kepadaku sesuatu sebagaimana yang telah aku berikan kepada orang lain, niscaya aku akan mengabulkannya."

Ikrimah berkata: "Aku memohon kepadamu ya Rasulullah, supaya engkau berkenan memohonkan ampunan untukku kepada Allah atas setiap permusuhan yang pernah aku lakukan terhadap dirimu, setiap perjalanan yang aku lalui untuk menyerangmu, setiap yang aku gunakan untuk melawanmu dan setiap perkataan kotor yang aku katakan di hadapan atau di belakangmu."

Maka Rasulullah SAW pun berdoa: "Ya Allah, ampunilah dosanya atas setiap permusuhan yang pernah dilakukannya untuk bermusuh denganku, setiap langkah perjalanan yang dilaluinya untuk menyerangku yang tujuannya untuk memadamkan cahaya-Mu dan ampunilah dosanya atas segala sesuatu yang pernah dilakukannya baik secara langsung berhadapan denganku maupun tidak."

Mendengar doa yang dimohon oleh Rasulullah SAW itu, alangkah senangnya hati Ikrimah, maka ketika itu juga ia berkata: "Ya Rasulullah! Aku bersumpah demi Allah, aku tidak akan membiarkan satu dinar pun biaya yang pernah aku gunakan untuk melawan agama Allah, melainkan akan aku ganti berlipat ganda demi membela agama-Nya. Begitu juga setiap perjuangan yang dahulu aku lakukan untuk melawan agama Allah, akan aku ganti dengan perjuangan yang berlipat ganda demi membela agama-Nya, aku akan ikut berperang dan berjuang sampai ke titisan darah yang terakhir."

Demikianlah keadaan Ikrimah, setelah ia memeluk Islam, ia sentiasa ikut dalam peperangan hingga akhirnya ia terbunuh sebagai syahid. Semoga Allah berkenan melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada Ikrimah. Dalam riwayat yang lain pula diceritakan, bahwa ketika terjadinya Perang Yarmuk, Ikrimah juga ikut serta berperang sebagai pasukan perang yang berjalan kaki, pada waktu itu Khalid bin Walid mengatakan: "Jangan kamu lakukan hal itu, karena bahaya yang akan menimpamu adalah lebih besar!" Ikrimah menjawab: "Karena kamu wahai Khalid telah terlebih dahulu ikut berperang bersama Rasalullah SAW, maka biarlah hal ini aku lakukan!"

Ikrimah tetap meneruskan niatnya itu, hingga akhirnya ia gugur di medan perang. Pada waktu Ikrimah gugur, ternyata di tubuhnya terdapat lebih kurang tujuh puluh luka bekas tikaman pedang, tombak dan anak panah. Abdullah bin Mas'ud pula berkata: Di antara orang-orang yang termasuk dalam barisan Perang Yarmuk adalah Haris bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amar. Di saat-saat kematian mereka, ada seorang sahabat yang memberinya air minum, akan tetapi mereka menolaknya. Setiap kali air itu akan diberikan kepada salah seorang dari mereka yang bertiga orang itu, maka masing-masing mereka berkata: "Berikan saja air itu kepada sahabat di sebelahku." Demikianlah keadaan mereka seterusnya, sehingga akhirnya mereka bertiga menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan belum sempat meminum air itu.

Dalam riwayat yang lain pula ditambahkan: "Sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut, akan tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail dan Suhail pun melihat ke arahnya pula, maka Ikrimah berkata: "Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih memerlukannya daripadaku." Suhail pula melihat kepada Haris, begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata: "Berikanlah air minum ini kepada siapa saja, barangkali sahabat-sahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku." Begitulah keadaan mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka yang dapat meminumnya, sehingga mati syahid semuanya. Semoga Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga.

Amin."

Khalifah Gila...???


Memang betul, Khalifah Umar bin Khaththab telah berubah ingatan. Banyak yang melihatnya dengan mata kepala sendiri. Barangkali karena Umar di masa mudanya sarat dengan dosa, seperti merampok, mabuk-mabukkan, malah suka mengamuk tanpa berperi kemanusiaan, sampai orang tidak bersalah banyak yang menjadi korban. Itulah yang mungkin telah menyiksa batinnya sehingga ia ditimpa penyakit jiwa.

Dulu Umar sering menangis sendirian sesudah selesai menunaikan salat. Dan tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak, juga sendirian. Tidak ada orang lain yang membuatnya tertawa. Bukankah hal itu merupakan isyarat yang jelas bahwa Umar bin Kaththab sudah gila?

Abdurrahman bin Auf, sebagai salah seorang sahabat Umar yang paling akrab,merasa tersinggung dan sangat murung mendengar tuduhan itu. Apalagi, hampir semua rakyat Madinah telah sepakat menganggap Umar betul-betul sinting. Dan,sudah tentu, orang sinting tidak layak lagi memimpin umat atau negara.

Yang lebih mengejutkan rakyat, pada waktu melakukan salat Jum'at yang lalu,ketika sedang berada di mimbar untuk membacakan khotbahnya,sekonyong-konyong Umar berseru, "Hai sariah, hai tentaraku. Bukit itu, bukit itu, bukit itu!"Jemaah pun geger. Sebab ucapan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan isi khotbah yang disampaikan. "Wah, khalifah kita benar-benar sudah gila," gumam rakyat Madinah yang menjadi makmum salat Jumat hari itu.

Tetapi Abdurrahman tidak mau bertindak gegabah, ia harus tahu betul, apa sebabnya Umar berbuat begitu. Maka didatanginya Umar, dan ditanyainya,"Wahai Amirul Mukminin. Mengapa engkau berseru-seru di sela-sela khotbah engkau seraya pandangan engkau menatap kejauhan?" Umar dengan tenang menjelaskan, "Begini, sahabatku. Beberapa pekan yang lewat aku mengirimkan Suriah, pasukan tentara yang tidak kupimpin langsung, untuk membasmi kaum pengacau. Tatkala aku sedang berkhotbah, kulihat pasukan itu dikepung musuh dari segala penjuru. Kulihat pula satu-satunya benteng untuk mempertahankan diri adalah sebuah bukit dibelakang mereka. Maka aku berseru: bukit itu,bukit itu, bukit itu!"

Setengah tidak percaya, Abdurrahman megerutkan kening. "Lalu, mengapa engkau dulu sering menangis dan tertawa sendirian selesai melaksanakan salat fardhu?" tanya Abdurrahman pula. Umar menjawab, "Aku menangis kalau teringat kebiadabanku sebelum Islam. Aku pernah menguburkan anak perempuanku hidup-hidup. Dan aku tertawa jika teringat akan kebodohanku. Ku bikin patung dari tepung gandum, dan kusembah-sembah seperti Tuhan."

Abdurrahman lantas mengundurkan diri dari hadapan Khalifah Umar. Ia belum bisa menilai, sejauh mana kebenaran ucapan Umar tadi. Ataukah hal itu justru lebih membuktikan ketidakwarasannya sehingga jawabannya pun kacau balau? Masak ia dapat melihat pasukannya yang terpisah amat jauh dari masjid tempatnya berkhotbah?

Akhirnya, bukti itupun datang tanpa dimintanya. Yaitu manakala sariah yang kirimkan Umar tersebut telah kembali ke Madinah. Wajah mereka berbinar-binar meskipun nyata sekali tanda-tanda kelelahan dan bekas-bekas luka yang diderita mereka. Mereka datang membawa kemenangan.

Komandan pasukan itu, pada hari berikutnya, bercerita kepada masyarakat Madinah tentang dasyatnya peperangan yang dialami mereka. "Kami dikepung oleh tentara musuh, tanpa harapan akan dapat meloloskan diri dengan selamat. Lawan secara beringas menghantam kami dari berbagai jurusan. Kami sudah luluh lantak. Kekuatan kami nyaris terkuras habis. Sampai tibalah saat salat Jumat yang seharusnya kami kerjakan. Persis kala itu, kami mendengar sebuah seruan gaib yang tajam dan tegas: "Bukit itu, bukit itu, bukit itu!" Tiga kali seruan tersebut diulang-diulang sehingga kami tahu maksudnya. Serta-merta kami pun mundur ke lereng bukit. Dan kami jadikan bukit itu sebagai pelindung di bagian belakang. Dengan demikian kami dapat menghadapi serangn tentara lawan dari satu arah, yakni dari depan. Itulah awal kejayaan kami."

Abdurrahman mengangguk-anggukkan kepala dengan takjub. Begitu pula masyarakat yang tadinya menuduh Umar telah berubah ingatan. Abdurrahman kemudian berkata, "Biarlah Umar dengan kelakuannya yang terkadang menyalahi adat. Sebab ia dapat melihat sesuatu yang indera kita tidak mampu melacaknya"

Dari buku Kisah Teladan - K.H. Abdurrahman Arroisi